Blogger Template by Blogcrowds

Lebah Makan Buah?


وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (٦٨)
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
(Q.S. An-Nahl : 68-69)


“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan…”
Lebah makan buah? Bukankah yang dimakan oleh lebah itu sari bunga, bukan buah? “Pertanyaan” ini lahir dalam sebuah ruang “Tanya-jawab” di Yahoo! Answer> Masyarakat dan Budaya> Agama dan Kepercayaan. Sebuah keheranan dari seorang non-muslim dalam membaca ayat tersebut… Yang kemudian dikemukakan dengan maksud untuk memojokkan Al-Qur`an. Rasa heran yang sama bisa saja menghinggapi siapa saja, bahkan juga seorang Muslim. Karena ketidak fahaman terhadap bahasa Al-Qur`an, tidak mustahil kemudian memicu sebuah anggapan bahwa Al-Qur`an aneh, bahasanya rancu, dan lain sebagainya…

Keheranan tersebut tidak akan muncul seandainya dia memahami Bahasa Arab dan sastranya, yang mana dengannya Al-Qur`an diturunkan. Bahkan akan berganti dengan kekaguman akan keindahan susunan bahasanya.

Jika dibahas dari segi sastra Arab (Ilmu Balaghah), lafaz ayat tersebut termasuk Mujaz Mursal. Majaz Mursal adalah sebuah perkataan yang dipergunakan bukan pada maknanya yang sesungguhnya, karena adanya ‘alaqah (hubungan) antara kata yang dilafazkan tersebut dengan makna yang dikehendaki, yang mana ‘alaqahnya tersebut bukan (perumpamaan), serta adanya musyabbahahqarinah (indikasi) yang menghalangi kata tersebut difahami secara maknanya yang asli.

Qarinah (indikasi, yang menghalangi makna kata tersebut difahami secara hakiki) ada dua macam: lafziyyah (secara lafaz) dan haliyah (hal yang dapat difahami dari konteks kalimat). Dalam lafaz ayat tersebut, qarinahnya adalah lafziyyah, yaitu lafaz “dari tiap-tiap (macam) buah-buahan”. Suatu hal yang mustahil lebah makan buah. Semua akal sehat menyatakan demikian.

Mustahil lebah makan buah. Lebah tidak makan buah, tapi yang dimakan oleh lebah adalah saripati bunga sebelum menjadi buah. Selain memakan saripati bunga, lebah juga membantu penyerbukan pada bunga tersebut sehingga bisa menghasilkan buah. Disebabkan karena proses tersebut, maka terjadilah pembuahan. Berbagai macam buah-buahan disebabkan oleh karena terjadinya proses tersebut, maka ‘alaqah dalam lafaz ayat ini adalah sababiyah (hubungan sebab-akibat).

Dari sini dapat difahmai, makna lafaz ayat tersebut: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) saripati bunga. Dengan begitu terjadilah penyerbukkan dan membuahkankan aneka macam buah-buahan (yang bisa dimanfaatkan oleh manusia)…”.

Diantara ayat lain yang diungkapkan dalam bentuk yang demikian adalah Q.S. Al-Mu’min (40) ayat 13:

Dia-lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. dan Tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).”

Lalu kenapa diungkapkan dengan uslub (susunan bahasa) yang demikian? Dari sisi balaghah al-kalam (keindahan susunan kalimat):
  • Jika kita perhatikan, pengungkapan kalimat dengan Majaz biasanya menyebabkan pengungkapan kata menjadi lebih I’jaz (kalimatnya ringkas namun maknanya dalam dan panjang bila diuraikan).
  • Manifestasi balaghah lain yang terdapat dalam penggunaan majaz ini adalah kelihaian dalam memilih ‘alaqah antara makna hakiki dan makna majazi, sehingga majaz dapat memberikan gambaran makna yang dimaksud dengan gambaran yang sebaik-baiknya.
  • Apabila dicermati lebih jauh, bentuk Majaz selalu bombastis, indah dan mendatangkan pengaruh dalam jiwa serta menarik jiwa untuk menghayati dan akal untuk memikirkan.

Secara makna, kita bias mengambil ibrah dari lafaz ayat yang ringkas tersebut:
  • Menerangkan salah satu proses penyerbukan tanaman, yaitu melalui bantuan hewan penghisap saripati bunga, yang diantaranya adalah lebah (dalam ayat lain di Q.S.15:22 diterangkan juga dengan bantuan angin), dan semua itu adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan.
  • Ayat tersebut menerangkan tentang nikmat Allah yang diberikan kepada manusia melalui lebah. Yang nampak secara lahiriyah (dan diwujudkan dengan ungkapan yang dzahir) adalah nikmat berupa madu yang berfungsi untuk keperluan konsumtif dan obat. Namun ada nikmat lain melalui lebah yang tidak kalah pentingnya namun kadang dilupakan orang karena tersembunyinya/ tidak nampak, yaitu membantu proses penyerbukkan bunga hingga menjadi buah yang bisa dinikmati oleh manusia.
  • Menerangkan hukum sebab-akibat, yaitu penyerbukkan terjadi disebabkan oleh lebah. Namun jangan kemudian menyembah dan menuhankan hukum sebab-akibat serta melupakan bahwa Allah-lah pencipta dan yang menetapkan hukum tersebut. Lebah tetap berada dibawah perintah dan kendali Allah, maka janganlah sombong dan kufur terhadap nikmat Allah. Tidak sedikit kaum materialis yang terjebak pada menuhankan hukum sebab akibat ini.
Ungkapan seperti itu mungkin juga ada dalam bahasa lain, walau mungkin tidak diakui sebagai sebuah keindahan bahasa, bahkan mungkin akan dianggap sebagai sebuah kesalahan tata bahasa. Umpamanya ungkapan “jasa guru sangat besar dalam mendidik para sarjana”. Maksudnya tentu bukan para sarjana yang dididik, namun mendidik murid-murid mulai TK hingga perguruan tinggi, sehingga akhirnya melahirkan para sarjana.

Ungkapan kalimat seperti diungkapkan dalam ayat tersebut adalah hal yang biasa dalam ungkapan Bahasa Arab, bahkan terdapat keindahan dalam pengungkapan kalimat seperti itu dalam dzauq (cita rasa) Bahasa Arab. Dan Al-Qur`an diturunkan dalam Bahasa Arab, maka cita rasa bahasanya hanya dapat dipahami dan dihayati bila memahami Bahasa Arab.

Tidak mengherankan bila orang-orang non Islam tersebut terheran-heran dengan susunan bahasa Al-Qur`an, karena mereka memang tidak memahami Bahasa Arab. Terlebih lagi, Kitab Suci mereka sudah kehilangan keistimewaan ini. Ketika mereka ditanya “Bagaimana metode memahami Kitab Suci anda?”, mereka akan bingung dan keluarlah jurus andalan “dengan bimbingan Roh Suci”.

Ini hanyalah sedikit dari sekian banyak keindahan bahasa Al-Qur`an. Sebuah bukti kemu’jizatan Al-Qur`an yang abadi. Tidak jarang orang-orang kafir yang berupaya menghujat Al-Qur`an justru bertekuk lutut karenanya, diantaranya adalah Dr. Ibrahim Khalil Ahmad, seorang mantan tokoh Kristen di Mesir.

Semoga kita bisa lebih menghayati dan mengamalkan Al-Qur`an…

Wallahu A’lam

(Tulisan ini juga telah di tulis dalam “catatan” penulis di Facebook)

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda